Ratusan Tenaga Honorer RSUD Raden Mattaher Jambi Seruduk Kantor DPRD Provinsi, Hafiz Sebut Panggil BKD

Ratusan Tenaga Honorer RSUD Raden Mattaher Jambi Seruduk Kantor DPRD Provinsi, Hafiz Sebut Panggil BKD

JAMBICORNER.COM, JAMBI - Usai melakukan aksi di gedung Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Raden Mattaher Jambi, Ratusan tenaga honorer geruduk kantor DPRD Provinsi Jambi, Senin (7/10/24). 

Pantauan di lapangan, ratusan honorer ini secara iring-iringan menuju kantor Gubernur Jambi dari arah Gedung RSUD. 

Dilokasi mereka disambut langsung oleh Ketua Sementar DPRD Provisni Jambi M Hafiz di dampingi anggota DPRD, Rusli Kamal untuk menyampaikan aspirasi mereka. 

M Hafiz memfasilitasi 10 orang keterwakilan mereka untuk menyampaikan aspirasi di ruang Bapemperda DPRD Provinsi Jambi. 

Setelah pertemuan tersebut M Haviz Fattah mengatakan, para tenaga honorer tersebut mempertanyakan kenapa mereka tidak bisa masuk database untuk mendaftar Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Mereka juga mempertanyakan perbedaan honor yang mereka terima. 

"Aspirasi ini kami tampung dulu, kita lihat bagaimana aturan yang berlaku, serta apakah ada celah hukum yang bisa memberi kepastian terhadap mereka," kata Hafiz saat disambangi sehabis audesi. 

Haviz mengatakan, dirinya sudah menghubungi Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Jambi, namun BKD akan mempelajari terlebih dahulu. 

"Nanti akan di agendakan pertemuan dengan BKD, Dirut RSUD Raden Mattaher, dan perwakilan Nakes. Usulan teman-teman terkait kepastian, karena mereka skemanya Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)," katanya. 

Terkait dengan tidak bisanya mereka mendaftar PPPK, karena tidak masuk database, Haviz menyatakan akan berkonsultasi dengan KemenpanRB. 

"Harapan kita semua di DPRD ini, ada kelonggaran dan perubahan aturan untuk mereka ini bisa menjadi PPPK. Karena mereka ini ada yang sudah 15 tahun mengabdi, ada yang 20 tahun, perlu diprioritaskan," katanya. 

Sementara itu, Nur Alam mengatakan, tenaga honorer di RSUD Raden Mattaher, pembayarannya melalui dua skema. Pertama, melalui APBD, dan kedua melalui BLUD. 

"BLUD tidak dijadikan APBD, sementara untuk mendaftar PPPK harus dari APBD," katanya. 

Selain mengenai Peluang mereka yang tidak bisa menjadi PPPK, ketimpangan jumlah gaji antara honorer APBD dan BLUD juga menjadi poin yang diprotes. Dimana, mereka sebagai tenaga honorer BLUD, mendapatkan honor Rp 1.150.000, sementara yang bersumber dari APBD, para honorer dibayar Rp 1.500.000.

"Kami minta disamakan. Ke Pemprov kami sudah sampaikan mengenai hal ini, katanya akan dipanggil semua SKPD, didudukan semua. Kami tidak berdemo dan tidak minta turunkan jabatan siapapun. Kami hanya minta hak pengangkatan PPPK, dan gaji disetarakan," katanya.