JAMBICORNER.COM, JAMBI - Wakil Ketua I DPRD Provinsi Jambi, Ivan Wirata, mengungkapkan kondisi jalan yang ada di Provinsi Jambi saat ini, ia mengatakan sekitar 50 persen jalan di 11 Kabupaten Kota mengalami kerusakan.
Diantaranya terbagi, jalan nasional di Provinsi Jambi dengan panjang sekitar 1.700 kilometer, rusak sekitar 10 persen. Jalan Provinsi dengan panjang sekitar 1.883 kilometer, rusak sekitar 24 persen.
“Dan jalan yang menjadi tanggung jawab kabupaten -kota sekitar 10.000 kilo meter itu, rusak sekitar 50 persen,” kata Ivan Minggu, 16 Maret 2025.
Kerusakan itu, kata dia, memiliki beberapa sebab terutama disebabkan dengan kendaraan yang overload atau truk yang bermuatan melebihi tonase.
Misalkan, kata dia, truk yang semestinya mengangkut beban sekitar 14 ton membawa lebih dari itu, sekitar 15-16 ton per muatan maka ketahanan jalan atau umur jalan yang ditargetkan 10 tahun bisa rusak dalam 1 tahun.
“Kalau jalan nasional itu kelasnya 2A 2B, dan kito 3A 3B (jalan Provinsi,red) dengan maksimal sumbu terberat (SMT) sekitar 8 ton, kalau jalan di kabupaten itu di kelas 3C,” bebernya.
Namun kata dia, kalau merujuk dari Derektorat Jendral Perhubungan Darat 2008, JBI (Jumlah Berat yang di Izinkan) untuk kelas 3 maksimal 40 ton, dan JBI kelas 2 maksimal 43 ton.
Sememtara untuk pembiayaan perbaikan jalan di 11 kabupaten kota itu yakni dengan panjang sekitar 5.000 Kilo Meter dikalikan Rp 8 Miliar maka membutuhkan anggaran sekitar Rp 40 Triliun, atau kata lain 5.000 X 8M = Rp 40 Triliun.
“Itu untuk jalan beton (Rp 40 Triliun,red), kalau untuk jalan aspal itu sekitar Rp 20 T,” bebernya.
Dengan adanya kerusakan ini, kata dia, berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi Jambi, pasalnya berdampak pada biaya perjalanan.
Misalnya, kendaraan yang semestinya melaju dengan kecepatan 60 Km/ Jam, namun terhambat hingga 2-3 jam/ 60 Km, atau macet.
“Solusinya apa, supaya jalan kita dapat dipelihara, APBD tidak menganggarkan berulang-ulang salah satunya diterapkan Undang undang Odol. Undang undang Odol ada tapi belum diimplementasikan,” bebernya.
Di dalam penerapan Undang undang Odol itu, kata dia, sudah dijelaskan pembagian pertanggung jawaban, misalnya di jalan lintas yang bertanggung jawab adalah pihak kepolisian, dibagian timbang kewenangan Perhubungan, semntara di bagian mulut pertambangan itu adalah pihak perusahaan diawasi pihak BPJN.
“Jika ditemukan kendaraan yang overload memiliki sanksi tersendiri, misalnya dilakukan pemotongan kelebihan bak,” bebernya.
“Dan kita juga sudah mengkomunikasikan bersama pihak perhubungaun, nanti kita mintak mereka mempelajari, dan kita akan mencoba penerapannya,” bebenrya.